Sabtu, 21 Mei 2011

mimpi

berawal dari sebuah mimpi
hayalan..
bahkan impian....

menyatu..
menyusup satu persatu
mendorong batin , memberi tekanan..

menciptakan sebuah naluri
asa..
dan harapan..
seakan mewujudkan ketidakmungkinan..

cinta..
semu, lembut, indah..
tawa, tangis, luka dan bahagia..
menjadi satu yang ku sebut cinta..

hayalan, impian, dan mimpi..
ku biarkan mereka pergi tersenyum melihat lambaianku..

aku di sini sendiri.

Jumat, 20 Mei 2011

Aku tak Pantas

sejenak Q trdiam, mendengar kata demi kata yg U rangkai UntukQu,
meskpun tak begitu indah,tp melebur masuk ikti aliran darah,yg membuat jantungku trus berdetak cepat,
Q berusha mengartikn smuanya,,
memahami tiap ucpanmu,
meski kdg Q tepiskn d benakku,
tp it Nyata... dan itulah dirimu.
diam..tp menyimpan brjta misteri,
apakah Hanya hatiku yg berkata seperti ini,,apkh hny perasaanku.
ataukah memang kenyataan it sdh d depan mataku..
Sarat akan tanya ?
pantaskh Q untkmu ??

Kejutan Untukku

awalny Q hny biasa,
jauh dr kata "Obsesi"
tak Ayal Q biarkan kata Menang mengejekku,,
Ahh..Q memang tak brharap banyak.
25 april 2011,kaki Q pijakkn d sini...d antara para perangkai kata, d antara mereka yg pandai melukiskn gambaran hati,
skrg pesimis menjadi temanku,,
Ahh aku kmbli diam..

"Yayan Nurlian"
trdgr sayup" d tlingaku, yg saat it sedang pembacaan pemenang lmba cerpen,
sx lg "Yayan Nurlian" juara pertama lmb menulis Cerpen tgkat SMA.
Deg,.jntgku melayang tak karuan.
AkU MENANG !!

>>in memo 25411

Gadis

brjalan gontai tak ad arah,
d sepanjang trotoar u langkahkn kaki,
tak sdkitpn lelah tampak d wajahmu,
kau sungguh sngat muda,
mimik wajah yg kriput it tanda trmakan terik matahari,
kau bhkan trlalu muda,
brjuta mslh hdup kau smbunyikan,
hnYa sumbringan snyum yg trlontar darimu..

Ahh, Gadis muda d sbrang jalan
dari mana asalnya,??
sekelumit kisah ia jalani,
mski kdang smuany tampak tak pasti

Biarlah

smga saja u mgrti,,
ssungguhny Q yg ada d sni tak ingin u pergi..
untuk memohon,aku tak bisa !!
untuk mengiba, aku tak mampu !!
u trus melangkah pergi , beranjak dr sni..

tinggallah Q ..
yg hny bsa menatap byg mu yg smakin menjauh.

Kembali Teriris

Gerimis mengundang sejuta luka,
tak ada lg senyuman yg trcipta,
perih meraja d hati,
dan u pun sama sekali tak peduli ,
sikapmu...
ucapmu..
bertolak belakang, !?

u biarkan aku d sini sndri ,
trluka karenamu

Terulang Kembali

Apa Q salah??
bhkan Q skrg Benar" benci dg Hatiku,,
yg hnya bisa menciptakan luka kpd sang pemujanya,
Ap Q slh krn harus jujur???
dan sekarang Q bnr" bnc dg kjujurnku ,
dg kejujuran Q ciptakan mimpi buruk buat mereka,
Tapi apakah kalian mengerti,
Q d sni trpuruk krn Hrus jujur dan mengikuti kata hatiku,
dan smua itu tak pernah Q ingkn..
rasa yg Q miliki mgkn sdh Mati..

Embunku

sejenak kututup kedua mataku,
biarkan ia menyentuh sluruh tubuhku, menerpaku dg gairahnya..
Anginpun brhembus,, hingga ia jatuh tepat d atas bibirku,
dingin..
Nikmat..
tak ada kata" yg bsa untuk mengungkapkan KekuasaanNYA..
saat Q membuka mata ,
dia lah yg pertama menyapaku,
mengajak Q brcnda, membuat Q trtawa..
Dingin..
adlh ciri khasmu, krn it Q suka..
meski kdg hrus menusuk hingga k tulang, membangkitkn bulu romaku..
tp itulah keindahanmu..
U unik..
terimakasih ya Allah, aku msh bs meraskn embun pagiMU

Asa yang tertinggal

titik dmi titik jatuh membasahi tanah,
jatuh brsma smw hayalanku tentang kamu,
Subuh ini..
d pagi ini..
bygmu hadir kembali..
mengusik relung hatiku yg akan kututup rapat,
mncba meracuni pkranku,,
merusak keyakinanku...
bhwa Q bsa lalui in tanpamu,
sudah ckup lama..
bbrapa thun yg lalu..
tp Asa..harapan.. it msh trus menghantui jalan hdupku...
Yakinkn Q...
bhw Q bsa tnpamu..

180 derajat

U seperti Orang asing bagiku..
org yg bru ku kenal,
ap u ingat???
pertama x qta brtmu,
u ramah, brshbat, bijaksana, dan bahkan brwibawa d mataku,
tak Q pungkiri, Q memujamu..
stiap kata yg trucap dr bibirmu,
slu Q ingat,,

skrg smwny bhkan brbda,
180 derajat putran dlm siklus sikapmu,
kasar, dingin, sensitif, dan U tlh menyakiti ku..

ada apa dg perubahanmu???

Mencari Hati yang Ku Benci

memiliki hatimu seperti ku menjilat api
terbakar sendiri melawan sepi
bayangmu yang hanya datang dan pergi
hanya bisa ku tatap
lalu pergi...

sayang..
ku benci kau..
tapi hati ini mncintai

bila saat nanti kau datang..
benci & rinduku akan membaur satu


moga cinta kita kan abadi...

Jadikan Aku Kuat

Perlahan datang,
tanpa permisi. .
Mengores keceriaan yg kumiliki,
mgkn mulai saAt ini dan bisa sampai nanti. .

Bukan senyum kupaksakan,
melainkan sebuah tuntutan cerita,
bergeming sendri pun tdak berarti. .

Jalan yg kulihat semakin menyepi. .
Perlahan-lahan hilang d telan embun pagi,
sedikit kabut dan air hujan. . .

Sang penciptaku. .
Jadikan aku seekor elang. .
Yg bisa taklukkan angkasa. .
Terbang tanpa beban. .

Jadikan aku seperti bunga mawar. .
Slalu tampak indah,meski kdg kelopakny gu2r d antara keindahan itu. .

Jadikan aku seperti embun pagiMU. .
Yg siap menyapa mentari. .
Meski kdg harus hilang, ,d antara waktU yg sudah mendekati siang. .

Jadikan aku kuat seperti mereka. .
Terbesit sebuah senyuman. .
Meski kenyataan menggores jiwa. .

Perasaan ini

Kerinduan akan cinta yg sejati,
tertepis oleh sandiwara cerita hidupku
jalan yg ku anggap trbaik,
kini membuatku semakin sulit untuk kembali.

Kau yg kusayang...
Maafkan diriku,yg tlh memasukkan mu dlm dekapan cerita cintaku.
Meski sangat sulit untuk kujelaskan..
Karena,
Aku. .
Kau. .
Dan dirinya. .
Hidup dlm satu cinta, ,

duhai cintaku,
maafkn..krn dia lbh dulu hdup dlm hatiku, ,dia yg lbh dulu ku cinta, ,
dan dia yg kuinginkn tug terakhir,

sulit buatku tuk ju2r padamu,
mgkn waktu & keadn yg buatku tambah sulit,

Maafkan aku cinta. .

Di Balik Senyumku

Kerinduan akan cinta yg sejati,
tertepis oleh sandiwara cerita hidupku
jalan yg ku anggap trbaik,
kini membuatku semakin sulit untuk kembali.

Kau yg kusayang...
Maafkan diriku,yg tlh memasukkan mu dlm dekapan cerita cintaku.
Meski sangat sulit untuk kujelaskan..
Karena,
Aku. .
Kau. .
Dan dirinya. .
Hidup dlm satu cinta, ,

duhai cintaku,
maafkn..krn dia lbh dulu hdup dlm hatiku, ,dia yg lbh dulu ku cinta, ,
dan dia yg kuinginkn tug terakhir,

sulit buatku tuk ju2r padamu,
mgkn waktu & keadn yg buatku tambah sulit,

Maafkan aku cinta. .

Kamis, 19 Mei 2011

Bumi Menangis

Q duduk sndri d tepi jendela,
melihat bumi yg sedang menangis,
layakny anak kecil yg d tinggal pergi ibunya,,
meraung, dan menjerit,

aku msh duduk d sini,
mengacuhkan butiran air yg membsahi lenganku..
terasa dingin hgga k tulang,,
tapi tetap qu biarkan,,
Qu ingin merasakan nikmatnya bermain brsma sang hujan.

Rasaku

ku akui, aku benar_benar menyayangimu,
mgkn hanya hati in yg merasa,
tp qu yakin u jga ia..
mski arogansi mu yg u tnjukan, qu yakin trsimpan brjuta kelembutan dlm dirimu,
Q memang benar_benar menyayangimu,
tak bisa ku ucap, tak bisa ku ungkap, rasa ini trlalu sensitif,,
rasa yg slma in mengalir brsama darahku, yg brhembus brsma nafasku,,
akan ku biarkan berlalu,
sampai brujung d akhr waktu

Dini Hari

Di saat semuanya diam.
Di saat semuanya lengang,
Dingin yg mengusik tulang belulang, menyerbu masuk kedalam setiap mimpi para sang pemimi
bertarung,..
satu persatu melebur menjadi kenangan,
meski dilema hitam dan putih seraya menjelma d setiap mimpi,
itu tak akan mampu musnahkan setiap rajutan kenangan yg tlh terjadi

Pergilah

setitik asa yg ada dlm benakku,
patutnya kau tahu bhwaku bnr" memiliki cinta yg tlus utkmu,
meskipun Q hanya bs mendengrmu lwt bisikan angin malam,
menatapmu lwt bintang malam..
tp sungguh hati in memiliki cinta utkmu,
wahai cinta yg jauh d sana,
apa U mndgarku?
mendgar stp rintihanku?
Q bertahan,
Q slu brjalan,
mencba untk kuat lewati smua,
apa kau lihat itu?
harapanku sgguh sngat besar,.
harapan utk berkhr pd cintamu,

tp skrg u pergilah,
tinggalkn aku sndri d sni.
krn kutau cintmu palsu.

Cerpenku


Pertemuan Terakhir

Pagi yang cerah, jarum jam menunjukkan pukul 07:05.
“ Assalamualaikum anak-anak….” Ucap pak Darmo yang ku lihat sudah berdiri di depan kelas.
“ Waalaikumsalam Pak.” Kami serempak menjawab.
“Anak-anak, hari ini kelas kalian kedatangan murid baru, Bapak harap kalian bisa membantunya dalam menyesuaikan diri di kelas ini.” Ujar pak Darmo, lalu melanjutkannya dengan menyuruh siswa baru itu untuk memperkenalkan diri.
“Selamat pagi semuanya, perkenalkan nama saya Aswan. Saya pindahan dari SMAN 2 Sambas. Mudah-mudahan kalian dapat menerima saya di kelas ini. Terima kasih.”
”Baiklah, Bapak kira sudah cukup perkenalannya. Sekarang kamu boleh duduk di kursi yang kosong itu.”  Deg….jantungku langsung berdetak cepat. Setahuku di kelas ini kursi kosong hanya ada satu, yaitu di sampingku. Cowok dengan tinggi kira-kira 165 cm, menggunakan peci yang kuperhatikan sedikit kusam itu, berjalan ke arahku, lalu duduk sembari tersenyum kepadaku. Aku mengacuhkannya, dan aku tidak begitu senang dengan kehadirannya.
“Aswan….” Seraya mengarahkan tangan kanannya kepadaku. Aku mengerti maksudnya, tapi aku pura-pura tidak mendengar dan menyibukkan diri dengan PR kimia yang belum kuselesaikan. Dia menurunkan tangannya seperti mengerti bahwa aku tidak menerima dengan baik kehadirannya. Aku tak peduli……….?
Bel istirahat berbunyi. Seperti biasa, aku dan Siska bergegas menuju kantin.
“Ku perhatikan dari tadi, kok kayaknya kamu nggak suka gitu sama Aswan Fel?”
“Jadi dari tadi kamu ngamatin aku Sis? Hmmmh……..aku nggak suka aja sama dia. Lihat aja penampilannya yang kayak gitu.”
“Kamu kan belum tahu dia gimana, kayaknya dia baik.” Siska mencoba membela.
“Itu kan menurut kamu! Intinya aku tetap nggak suka sama dia titik.” Aku kembali menegaskan. Aku juga nggak tahu kenapa hari itu aku jutek abis.
“Sabar buk...sabar. Kamu kenapa? Ada masalah? Hari ini aku lihat kayaknya kamu lagi pusing, cerita dong…kalau kamu lagi ada masalah, jangan marah-marah nggak karuan gini.” Siska mencoba menenangkanku.
“Nggak tahu nih, bawaannya pengen marah terus. Entar sore, kamu nggak kemana-mana kan? Datang ke rumahku ya, ada yang mau aku ceritakan sama kamu.” Sambil ku habiskan segelas teh es yang ada di depanku. Lalu kami kembali ke kelas melanjutkan pelajaran hingga bel pulang sekolah pun berbunyi.
Sepulang sekolah, aku bergegas menuju rumah. Tanpa menghiraukan sapaan-sapaan kecil di sepanjang perjalananku. Dengan wajah murung dan tertunduk lesu aku tiba di rumah dan langsung menuju kamar untuk menemui Randu, boneka beruang yang setia menemaniku. Tak lama kemudian, “tok…tok…tok…assalamualaikum….”
“Waalaikum salam…” jawabku sambil membukakan pintu.
“Siska…???” Aku terkejut, ternyata Siska dari tadi mengikutiku dan tak sabar ingin mendengarkan ceritaku.
“Ayo masuk,” ujarku sambil menarik tangannya menuju ke kamar.
“Hmmhh….. mau cerita apa jeng?” Siska membuka pembicaraan.
Aku duduk bersila, lalu mengambil boneka beruang dan memeluknya.
“Kok diem, katanya mau cerita...?” Aku tetap diam, wajahku tambah sendu. Siska yang memperhatikanku dari tadi menjadi heran.
“Kenapa kamu Fel? Kok sedih?” Ia kembali bertanya. Aku bangkit menuju lemari pakaianku, lalu mengambil sebuah album foto. Aku mendekati Siska yang sedari tadi heran melihat tingkah laku ku. Lalu ku perlihatkan salah satu foto keluarga yang terdapat di dalam album tersebut. Fotoku waktu masih kecil yang sedang bersama kedua orang tuaku. Berat rasanya untuk ku mulai bercerita.
“Ini pasti ayah kamu, yang di gendong ini pasti kamu kan? Terus yang menggendong kamu ini siapa Fel? Kok nggak mirip Mama kamu?” Siska menunjuk satu persatu orang yang ada di foto tersebut. Sontak ludahku terasa tertahan di kerongkongan, sakit untuk mengeluarkan kata-kata setelah mendengar pertanyaan Siska. Namun aku berusaha untuk memulai bercerita.
“Dia ibu ku Sis, ibu kandungku.” Suaraku berubah menjadi serak, seketika air mata yang tak tertahan terbuncah keluar.
“Maksud kamu? Terus, yang tadi di luar? Aku semakin nggak ngerti maksud kamu Fel.”
“Iya Sis, ini ibuku. Ibu yang melahirkanku. Sedangkan yang tadi adalah mama tiriku. Ayah dan ibu sudah lama bercerai, saat aku berumur enam tahun. Aku tidak pernah bertemu lagi dengan ibu semenjak perceraian itu. Saat aku menginjak SMP ayah menikah dengan mama. Dan sekarang aku ingin bertemu ibuku Sis....” Dengan penjelesan itu, kelihatannya Siska sudah sedikit mengerti akan masalah yang ku hadapi. Ia langsung memelukku.
“Sabar ya, aku yakin suatu saat nanti kamu pasti akan bertemu dengan ibumu. Hmmh...apa ayah dan mama mu tahu akan hal ini?” Siska melepaskan pelukannya lalu menatapku.
“Mereka nggak tahu Sis, bahkan ayah mengira aku sudah melupakan ibu.” Aku menghapus air mata yang sedari tadi membasahi pipiku.
“Meskipun saat itu aku masih kecil, tapi sampai sekarang aku masih bisa mengingat semuanya yang berhubungan dengan ibu. Karena bagaimanapun juga dia adalah ibuku.” Siska yang mungkin dapat merasakan kesedihanku, kembali memelukku erat.
***
Hari demi hari ku lalui tanpa ada perubahan. Saat itu, hari Selasa pukul 07.10, aku menguras tenagaku untuk berlari menuju kelas, berharap bu Hesty guru biologi itu tidak mendahuluiku. Dengan sedikit ngos-ngosan aku tiba di kelas, dan alhamdulillah keberuntungan hari itu berpihak kepadaku.
“Kesiangan Fel..?” Aswan tersenyum kepadaku. Lagi dan lagi aku berpura-pura tidak mendengarnya dan aku bahkan tidak merespon sedikit pun. Sudah seminggu aku duduk sebangku dengan dia. Tapi sampai detik ini aku masih mempertahankan sikap jutekku terhadapnya. Aku sendiri tidak tahu mengapa sangat sulit untuk menerima kehadirannya dengan baik di sini. Apa aku terlalu mengutamakan rasa gengsiku? Hhmmmhhh….entahlah.
“ Apa kamu tidak senang aku duduk di sini? Maaf…kalau memang benar begitu,  tapi aku hanya ingin kita berteman dan ada yang ingin aku sampaikan bahwa sebenarnya….” Aswan terpaksa memutuskan pembicaraannya saat melihat bu Hesty masuk ke kelas . Proses belajar mengajar pun berlangsung seperti biasa.
***
Senja menutup kabur hatiku yang penuh kegalauan. Seketika aku teringat akan facebookku yang sudah beberapa hari ini ku abaikan. Ku buka akun FB lalu kulihat ada lima permintaan pertemanan, dua pemberitahuan dan satu pesan. Aku memulai dengan mengkonfirmasi semua permintaan pertemanan, lalu melanjutkannya dengan membuka pemberitahuan dan yang terakhir membaca kotak masuk. Kulihat  pesannya yang tertanggal baru kemarin dikirim.
A.Raditya:
“Aku ingin melihat senyummu..”
Aku menaikkan alis kiriku, mencoba mengingat apa aku mempunyai teman yang bernama Raditya. Aku kemudian membuka profilnya. Ternyata dia menggunakan foto profil seorang wanita yang sudah cukup berumur yang ku tafsirkan berusia lima puluh tahun.
“Mungkin ini foto ibunya.” Ucapku dalam hati. Ku perhatikan wajah wanita itu, terdapat senyum yang sangat manis. Wanita itu mengingatkan ku pada ibu, karena ibu juga berumur sekitar lima puluh (50) tahun. Ahh, aku segera menyadarkan diri dari lamunanku. Lalu ku lanjutkan dengan melihat infonya: A.Raditya, laki-laki, 16 Juni 1992, SMAN 2 Sambas. Untuk sementara informasi ini yang ku dapat. Hhmmhh…aku lalu usil membuka album foto miliknya, hanya terdapat dua foto. Yang pertama foto wanita yang dijadikannya foto profil, dan yang kedua adalah foto keluarga. Tampak sebuah keluarga yang sangat bahagia. Aku menarik nafas panjang, kemudian melepaskannya perlahan. Aku kembali ke beranda, dan menulis di kotak status:
“Aku terpuruk, tenggelam di tengah gelak tawa. Harapan silih berganti, impian pun datang tapi sesudah itu pergi, pikiranku melayang meninggalkan raga yang tertahan, berharap bayangannya kan datang menghampiri dan memelukku…Ibuuuu….aku merindukanmu.”
Tak ku sadari air mata telah mengalir di pipiku, ku rasakan kalimat itu terlalu dalam untuk ku artikan kembali. Sebuah kerinduan yang terhakimi oleh waktu, sehingga senyuman pun sulit untuk ku ciptakan.
Keesokan harinya aku ke sekolah seperti biasa. Tapi kali ini sebelum pukul 07.00 aku sudah tiba di sekolah. Aku duduk di dalam kelas sambil menunggu bel masuk berbunyi. Ku lihat kursi di sebelahku masih kosong,  padahal lima menit lagi bel masuk akan berbunyi.
“Tumben si cupu udik belum datang, biasanya dia sudah jadi pemecah rekor siswa yang datang terawal.” Gerutuku dalam hati.
“Selamat pagi anak-anak” tiba-tiba Pak Rafiq wali kelas XII IPA2 masuk ke kelas. Sepertinya ada pengumuman, karena sekarang adalah pelajaran bu Lily yaitu bahasa inggris.
“Sebelumnya Bapak minta waktu sebentar, karena ada yang ingin Bapak sampaikan, yaitu mengenai berita duka. Ibu dari salah satu teman kalian meninggal dunia.” Sontak satu kelas ribut, namun salah seorang dari mereka nyeletuk.
“Emangnya orang tua siapa Pak?” Seketika kelas menjadi hening.
“Orang tua Aswan.” Deg…..rasanya detak jantungku tiba-tiba terhenti, pikiranku melayang entah ke mana, kosong. Entah mengapa tiba-tiba aku merasa sangat  bersalah saat itu. Aswan seorang cowok yang selalu membuatku risih, orang yang ku anggap sok alim dan pintar cari perhatian, sekarang malah membuatku menjadi merasa sangat bersalah atas semua sikap ku terhadapnya, atas penolakan ajakannya tuk berteman denganku, sikap dingin, ketidakpedulianku dan semuanya. Maafkan aku.
“Fel, sekarang juga kita harus ke Sambas.” Suara itu mengejutkan ku dari belakang. Ternyata pagi itu juga ayah langsung menjemputku setelah mendengar kabar duka tersebut.
“Emang ada apa yah?” Ayahku tidak mengatakan apa pun selain langsung menarik tanganku menuju mobil. Tanpa memberiku waktu untuk mengganti pakaian, ayah langsung memacu mobilnya.
Ayah berhenti di sebuah rumah yang kelihatannya sedang ada acara, lalu ku lihat bendera kuning yang terdapat di depan rumah tersebut, pertanda ada yang sedang meninggal dunia. Ayah mengajakku turun, lalu berjalan ke arah rumah tersebut. Aku hanya mengikuti. Terdengar olehku lantunan surah yasin dari dalam rumah itu. Ada seorang bapak yang menyambut kedatangan kami, dia tersenyum mempersilakan kami masuk, dan aku yakin senyuman itu menyimpan kesedihan yang mendalam. Di ruangan itu sudah penuh oleh orang-orang yang sedang tahlilan, dan yang tak terlepas dari pandangan ku, yaitu sekujur tubuh yang ku lihat terbujur kaku. Seluruh tubuhnya sudah ditutupi dengan kain putih. Aku dan ayah duduk di sudut ruangan yang tak jauh dari jenazah. Aku menatap ayah, berharap ayah akan menjelaskan sesuatu kepadaku. Ayah seperti mengerti akan makna dari tatapanku. Ayah kemudian memelukku.
“Maafkan Ayah nak, Ayah telah menyembunyikan hal ini kepadamu, Ayah takut kamu akan terkejut mendengarnya.” Ayah melepaskan pelukannya.
“Ibu mu Fel…ibumu telah meninggal dunia.” Suara ayah berubah serak.
Seketika jiwaku terasa seperti tersambar petir, jiwaku terasa lenyap…kosong…saat mendengar penjelasan ayah. Aku tidak percaya, duniaku benar-benar terasa runtuh. Orang yang ku harap dapat ku temui untuk meluapkan rasa rindu ku, kini telah terpejam untuk selamanya. Aku memeluk tubuh kaku itu, berharap dia dapat merasakan apa yang aku rasakan. Namun harapan itu harus ku musnahkan ketika menyadari di pelukanku hanyalah sebuah raga kosong. Aku hanya dapat menangisi  hal yang sudah terjadi. Aku tak dapat mengendalikan emosiku saat itu. Entah apa yang ada di benakku, hingga sampai aku di kejutkan oleh suara yang tak asing di telingaku.
“Innalillahiwainnailaihirajiuunn…sudahlah Fel, ikhlaskan kepergian ibu, karena sebentar lagi proses penguburan akan di laksanakan.” Aku tak dapat menggetarkan bibir ketika mendengar ucapan Aswan yang saat itu sudah berada di belakangku. Hatiku masih berkecamuk saat itu.
Pemakaman telah selesai, namun aku masih berada di lokasi tersebut. Aku memeluk pusara ibu. Kebencian akan diriku sendiri saat itu masih belum hilang.
“Apa kau sudah mengikhlaskannya?” Aswan tiba-tiba menghampiriku. Aku tidak menjawab pertanyaannya.
“Mengapa kau bisa ada di sini?” aku balik bertanya.
“Beliau adalah ibuku, ibu kita. Ayahku menikah dengan ibu setelah setahun perceraiannya dengan ayahmu. Aku juga baru mengetahui bahwa kita adalah saudara tiri. Ayahmu yang menceritakan semuanya kepadaku saat menjenguk ibu di rumah sakit. Itu pertama kalinya aku bertemu dengan ayahmu. Beliau juga cerita, bahwa beliau sengaja tidak memberitahumu soal ibu, beliau tidak ingin membuatmu berharap banyak untuk bertemu ibu yang saat itu sedang sakit keras.” Aswan mencoba menjelaskan. Aku hanya bisa diam, untuk marah saat itu pun ku pikir percuma.. karena kemarahanku tidak akan merubah keadaan.
***
Seminggu setelah kejadian itu, wajah sedihku masih tak dapat ku sembunyikan. Aku termangu di tepian jendela, menatap kosong semua yang ada di luar sana. Mencoba mengubur semua penyesalan dan rasa bersalahku bersama mentari yang terus berganti hari. Tiba-tiba aku teringat akan pesan di kotak masuk facebookku kemarin. Bergegas ku buka kembali FB ku yang sudah satu minggu ku lupakan. Ternyata ada satu pesan baru.
“Hhmmhhh…lagi-lagi pesan dari Raditya yang tak ku ketahui asal-usulnya.” Gerutuku.
A.Raditya:
* Cinta,kasih dan sayang adalah rasa yang abadi. Kehilangan bukanlah suatu akhir, melainkan suatu awal untuk kita lebih bisa menghargai orang-orang terdekat kita, karena rasa cinta itu akan hadir di saat kita sudah kehilangannya. Ibu akan tersenyum melihatmu, karena kamu masih memiliki cinta untuknya dan mengikhlaskan kepergiannya. Aku sama sepertimu, yang sangat merasakan kehilangan. Karena kita memiliki rasa cinta dari sumber yang sama, yaitu sebuah kasih sayang. Aswan Raditya.*
Aku kaget, “Aswan Raditya?” Otakku mengobrak-abrik memori yang ada.
“Aswan? Apakah dia? Jadi…foto profil ini…ibu.” Mengapa semua ini terjadi secara kebetulan? Dan bodohnya aku tidak menyadari semua itu. Sikap dinginku, penolakanku, kematian ibu, bersaudara tiri dengannya,…dan terakhir facebook ini. Mengapa aku mengabaikan semua orang yang ada di dekat ku? Andai saja waktu itu aku berhubungan baik dengan Aswan, mungkin aku akan di beri kesempatan untuk mengetahui semuanya, dan terlebih bisa bertemu dengan ibu dalam keadaan yang lebih baik. Yaitu pertemuan yang sesuai dengan harapanku, dan bukan pertemuan terakhir.